Jumat, 29 April 2016

KOGNISI SOSIAL DAN HUMANISTIK


KOGNISI SOSIAL DAN HUMANISTIK
A.    Teori Belajar Kognisi Sosial
Teori belajar kognisi sosial (social cognitive theory) merupakan penamaan baru dari teori belajar sosial (social learning theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Konsep utama dari teori kognisi sosial adalah pengertian tentang obvervational learning atau proses belajar dengan mengamati. Jika ada seorang "model" di dalam lingkungan seorang individu baik lingkungan internal atau lingkungan eksternal, maka proses belajar dari individu ini akan terjadi melalui cara memperhatikan model tersebut. Terkadang perilaku seseorang bisa timbul hanya karena proses modeling atau peniruan.
.
A.1. Teori Kognisi Sosial Bandura
Pada awal tahun 1960-an ketika banyak teori belajar yang sedang berkembang, Albert Bandura dan para penelitinya menyatakan bahwa banyak aspek penting dari pembelajaran yang diabaikan dan observasi lainnya. Dari analisis inilah mulai adanya teori belajar kognisi sosial.
Teori belajar kognisi sosial didefenisikan sebagai proses mental internal yang mungkin bisa tercermin dalam perubahan perilaku. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Albert Bandura (Bandura, 1986) bahwa “social cognitive theory define learning as an internal mental process that may or may not be reflected in immediate behavioral change”. Eksperimen Bandura yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak-anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa sekitarnya.
Dalam eksperimen “Bobo Doll”, Bandura (Allen Ben, 2009:7) mengemukakan empat komponen dalam proses belajar meniru melalui pengamatan, yaitu :
1.    Attention : individu memperhatikan sesuatu di dalam lingkungan
2.    Retention : individu mengingat apa yang sudah diperhatikannya
3.    Reproduction : individu menghasilkan/memproduksi suatu aksi yang merupakan tiruan dari apa yang diperhatikannya
4.    Motivation : motivasi individu dalam mengulang suatu aksi/perbuatan untuk memperkuat perbuatan yang sudah ada agar tidak hilang, disebut ulangan/penguatan.
Albert Bandura mengembangkan model yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, kognitif, dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Asumsi dari teori kognitif sosial adalah bahwa proses belajar akan terjadi jika seseorang mengamati seorang model yang menampilkan suatu perilaku dan mendapatkan imbalan atau hukuman karena perilaku tersebut. Melalui pengamatan ini, orang tersebut akan mengembangkan harapan-harapan tentang apa yang akan terjadi jika ia melakukan perilaku yang sama dengan sang model. Harapan-harapan ini akan mempengaruhi proses belajar perilaku dan jenis perilaku berikutnya yang akan muncul.
Menurut Albert Bandura, terdapat lima jenis peniruan yaitu :
1.      Peniruan secara langsung.
Peniruan secara langsung dapat terjadi dalam proses pembelajaran langsung yang dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran social Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian.
Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai.
2.      Peniruan secara tidak langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh : Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3.      Peniruan gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung.
Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai dari pada buku yang dibacanya.


4.      Peniruan sesaat
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Misalnya : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah
5.      Peniruan yang berkelanjutan.
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peranan penting. Faktor person (kognitif) yang dimaksud saat ini adalah self-efficasy atau efikasi diri. Efikasi diri sebagai keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan  masalah dengan  efektif. Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil.
Menurut Bandura (1994), individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu ini menurut Bandura (1994) akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang ia alami. Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar.
Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahwa judi itu adalah tidak baik. Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku, lingkungan dan kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh (interlocking), harapan dan nilai mempengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering dievaluasi, bebas dari umpan balik lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan personal. Tingkah laku mengaktifkan kontingensi lingkungan.
Karakteristik fisik seperti ukuran jenis kelamin dan atribut sosial menumbuhkan reaksi lingkungan yang berbeda. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu. Kontingensi yang aktif dapat merubah intensitas atau arah aktivitas. Tingkah laku dihadirkan oleh model. Model diperhatikan oleh pelajar (ada penguatan oleh model) Tingkah laku (kemampuan dikode dan disimpan oleh pembelajar). Selain itu proses perhatian (atention) sangat penting dalam pembelajaran karena tingkah laku yang baru (kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya perhatian pembelajar. Proses retensi sangat penting agar pengkodean simbolik tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal dan penyimpanan dalam memori dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini ulangan memegang peranan penting. Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya sendiri. Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni “sense of self Efficacy” dan “self – regulatory system”. Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang berlaku. Self regulatory adalah menunjuk kepada 1) struktur kognitif yang memberi referensi tingkah laku dan hasil belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan, mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura, 1978). Dalam pembelajaran sel-regulatory akan menentukan “goal setting” dan “self evaluation” pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya.
Menurut Bandura agar pembelajar sukses instruktur/guru/dosen/guru harus dapat menghadirkan model yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar, mengembangkan “self of mastery”, self efficacy, dan reinforcement bagi pembelajar

A.2. Teori Kognisi Sosial L.S Vygotsky
            Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vygotsky menekankan bahwa proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan memahami duia luar dan memusatkan perhatian.
            Menurut Vygotsky, setiap individu berkembang dalam konteks sosial. Semua perkembangan intelektual yang mencakup makna, ingatan, pikiran, persepsi dan kesadaran bergerak dari wilayah interpersonal ke wilayah intrapersonal. Dalam pandangan Vygotsky, semua kerja kognitif tingkat tinggi pada manusia mempunyai asal-usul dalam interaksi sosial setiap individu dalam konteks budaya tertentu (Brunning, 1995). Teori kognisi sosial dari Vygotsky ini mendorong perlunya landasan sosial yang baru untuk memahami proses pendidikan. Menurut Vygotsky siswa sebaiknya belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Konsep ini oleh Vygotsky dinamakan pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship). Pemagangan kognitif mengacu pada proses dimana seseorang yang sedang belajar tahap demi tahap memperoleh keahlian melalui interaksinya dengan pakar. Pakar yang dimaksud disini adalah orang yang menguasai permasalahan yang dipelajari.
             Vygotsky mengemukakan konsep tentang Zone of Proximal Development (ZPD), yang diartikan sebagai Daerah Perkembangan Terdekat (DPT). Vygotsky menjelaskan bahwa perkemabangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten.
            Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila siswa bekerja atau belajar menanganani tugas atau masalah kompleks yang masih berada pada jangkauan kognitif siswa atau tugas tersebut berada pada of Proximal Development (ZPD). Vygotsky (Taylor, 1993 : 5) mendefenisikan Zone of Proximal Development (ZPD) sebagai berikut:
            Zone of proximal development is the distance between the actual development level as determined through independent problem solving and the level of potential development as determined through problem solving under adult guidence or in collaboration with more capable peers. ZPD adalah jarak antara taraf perkembangan aktual, seperti yang nampak pada pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial, seperti yang ditunjukkan dalam pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau dengan bekerjasama dengan teman sebaya yang lebih mampu.
            Dalam defenisi di atas, taraf perkembangan aktual merupakan batas bawah ZPD sedangkan taraf perkembangan potensial merupakan batas atasnya. Interaksi sosial antara anak dan orang dewasa mempunyai peranan penting dalam ZPD. Pengaturan dan panduan yang diberikan oleh orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu itu disebut scaffolding. Menurut Ormrod (Rudi : 131), scaffolding support mechanism, provided by a more competent individual, that helps a learner succesfully perform a task within his or her ZPD. Kutipan ini dapat dimaknai bahwa scaffolding adalah pemberian bantuan (tuntunan) yang dapat mendukung siswa lebih kompeten dalam usahanya menyelesaikan tugas di daerah jangkauan kognitifnya.

A.3 Penerapan Teori Belajar Kognisi Sosial terhadap Pembelajaran Fisika
a) Penerapan Teori Bandura dalam Pembelajaran Fisika
     Bandura (Woolfolk, 1995 : 221) menyatakan bahwa seseorang dapat belajar dari pengamatan terhadap suatu model. Di dalam teorinya, Bandura memaparkan interaksi antara penguatan eksternal dan proses kognitif internal untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dari orang lain. Dalam proses ini terdapat model tingkah laku, konsekuensi-konsekuensi dari tingkah laku yang dijadikan model, dan proses internal pembelajar.
Misalnya dalam kegiatan laboratorium guru memperagakan cara mempergunakan slinki untuk menentukan cepat rambat suatu gelombang berjalan, siswa memperhatikan lalu melakukan sendiri seperti yang dilakukan guru. Tingkah laku guru tadi dalam memperagakan slinki dapat berfungsi untuk membangkitkan perilaku serupa pada siswa.


 


                                                                                Gambar 1. Perambatan Gelombang pada Slinki
 
Dalam pembelajaran, teori Bandura memiliki implikasi menurut Denler et al. (2013 :  8-9) sebagai berikut :
-          Pembelajar harus dibimbing dan diberi informasi terkait dengan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku atau kebiasaan baik yang harus dimiliki. Dalam hal ini pengajar harus dapat menjadi contoh. Pengajar harus melibatkan semua pihak dalam pembelajaran.  
-          Pengajar harus membantu pembelajar untuk mencapai hasil yang diharapkan pada pembelajaran. Pengajar harus mampu meyakinkan pembelajar bahwa apa yang dipelajari saat ini akan bermanfaat pada kemudian hari. 
-          Keberhasilan pembelajaran akan tercapai jika pembelajar memiliki kepercayaan diri. Dalam hal ini pengajar berkewajiban untuk memastikan bahwa pembelajar telah memiliki pengetahuan yang cukup. 
-          Pengajar membantu pembelajar untuk mencapai tujuan. Penetapan tujuan hendaknya disesuaikan dengan kemampuan pembelajar. Semua ini dilakukan untuk menghindari kekecewaan apabila tujuan tidak tercapai. Adanya rasa kecewa akan menjadikan pembelajar malas untuk belajar lagi. 
-          Pembelajaran hendaknya dapat memandirikan pembelajar. Dalam hal ini, pembelajar dapat mengukur kemampuan diri sendiri, sehingga juga dapat menentukan tujuan dan ketercapaiannya. Semua itu dapat dilakukan dengan sering berlatih.
  
b) Penerapan Teori Vygotsky dalam Pembelajaran Fisika
     Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila anak belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih dalam jangkauannya atau masih dalam Zone of Proximal Development. Jika siswa-siswa yang baru diajarkan/dijelaskan hubungan seri dua buah resistor, maka siswa tersebut akan mampu melakukannya karena tugas itu berada dalam zone of proximal development mereka.
     Ide penting lainnya yang diturunakan dari teori Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya.


  


Gambar 2. Bandul Sederhana

ebagai contohnya, akan diadakan eksperimen untuk menentukan periode sebuah bandul sederhana dengan menggunakan beban gantung. Pada permulaannya guru membuat panjang bandul itu kira-kira satu meter kemudian bandul itu disimpangkan guru 10 cm ke samping, lalu dilepaskan agar bandul berayun. Guru meminta siswa agar menentukan periode ayunan tersebut. Selanjutnya guru meminta siswa menentukan periode untuk berbagai panjang bandul. Setelah siswa mampu menentukan periode untuk berbagai panjang bandul, guru meminta siswa mencari hubungan antara periode dengan massa (panjang bandul dibuat tetap).
     Dalam pembelajaran, teori Vygotsky memiliki implikasi sebagai berikut :
-          Dikehendakinya tatanan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah fisika secara efektif di dalan masing-masing zone of proximal development mereka.
-          Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding yang menekankan siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.     

B.     Teori Belajar Humanistik
Teori belajar humanistik adalah suatu teori yang tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Pendapat lain menyatakan bahwa humanistik adalah teori belajar yang menganggap bahwa belajar bertujuan untuk “memanusiakan manusia”. Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.

B.1. Prinsip Dasar Humanistik
  • Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
  • Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
  • Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri yang diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
  • Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
  • Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
  • Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri yang diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
  • Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain.
  • Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.

B.2. Tujuan Teori Humanistik
Tujuan utama pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.

B.3. Teori Humanistik Arthur Combs (1912-1999)
Arthur Wright Combs (1912–1999) adalah perintis pendidikan dan konseling secara kemanusiaan (humanistik). Dia menyajikan kombinasi cara belajar kognitif dan humanistik. Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Makna atau Arti adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
          Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia. Seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya.

B.4. Teori Humanistik Maslow, Abraham H. (1908-1970)
Maslow disebut sebagai The Father of Humanistik Psychology. Teori Maslow didasarkan pada gagasan bahwa pengalaman adalah fenomena utama dalam studi belajar dan perilaku manusia. Dia menekankan pada pilihan, kreativitas, nilai-nilai, realisasi diri, semua kualitas khas manusia, dan percaya bahwa kebermaknaan dan subjektivitas yang lebih penting daripada objektivitas. Bagi Maslow, pengembangan potensi manusia, martabat dan nilai adalah masalah utama. Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal yaitu :
1.      Suatu usaha yang positif untuk berkembang
2.      Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self).
 Maslow dalam bukunya Motivation and Personality yang diterbitkan tahun 1954, membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi lima hirarki. sebagai berikut :
 
 Gambar 3. Hirarki Kebutuhan
 
Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya seperti kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Maslow mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

B.5. Teori Kognisi Humanistik Carl Rogers (8 January 1902 – 4 feb 1987)
Carl Rogers adalah seorang psikolog berkebangsaan amerika  dan pendiri dari pendekatan secara kemanusiaan untuk psikologi. Carl Rogers diberikan penghargaan oleh asosiasi psikologi Amerika atas kontribusi ilmu psikologinya yang berbeda pada tahun 1956. Carl rogers juga merupakan perintis dari penelitian psikoterapy / terapy kejiwaan.
Carl Rogers menerapkan pengalamannya menggunakan terapi dewasa untuk proses pendidikan dan mengembangkan konsep mengajar berpusat pada peserta didik. Carl Rogers memiliki lima hipotesis berikut tentang pendidikan berpusat pada peserta didik :
1.      Seseorang tidak bisa mengajar orang lain secara langsung; seseorang hanya bisa memfasilitasi orang lain belajar "(Rogers, 1951). Ini adalah hasil dari teori kepribadiannya, yang menyatakan bahwa setiap orang ada di dunia yang terus berubah dari pengalaman di mana ia adalah pusat. Setiap orang bereaksi dan merespon berdasarkan persepsi dan pengalaman. Keyakinan adalah bahwa apa yang siswa tidak lebih penting daripada apa yang guru tidak. Fokusnya adalah pada siswa (Rogers, 1951). Oleh karena itu, latar belakang dan pengalaman dari peserta didik sangat penting untuk bagaimana dan apa yang dipelajari. Setiap siswa akan memproses apa yang dia belajar berbeda tergantung pada apa yang dia membawa ke kelas.
2.      Seseorang belajar secara signifikan hanya hal-hal yang dianggap sebagai yang terlibat dalam pemeliharaan atau peningkatan struktur diri" (Rogers, 1951). Oleh karena itu, relevansi untuk siswa sangat penting untuk belajar. Pengalaman siswa menjadi inti dari kursus / belajar
3.      Pengalaman yang, jika berasimilasi, akan melibatkan perubahan dalam organisasi diri, cenderung menolak melalui penolakan atau distorsi simbolisme (Rogers, 1951). Jika isi atau presentasi tentu saja tidak konsisten dengan informasi yang terbentuk sebelumnya, siswa akan belajar jika ia terbuka untuk konsep yang berbeda-beda. Menjadi terbuka untuk mempertimbangkan konsep yang berbeda dari satu sendiri sangat penting untuk belajar. Oleh karena itu, dengan lembut mendorong keterbukaan pikiran adalah membantu dalam melibatkan siswa dalam belajar. Juga, penting, untuk alasan ini, bahwa informasi baru yang relevan dan terkait dengan pengalaman yang ada.
4.      Struktur dan organisasi tampaknya menjadi lebih kaku di bawah ancaman dan untuk bersantai batas ketika benar-benar bebas dari ancaman (Rogers, 1951). Jika siswa percaya bahwa konsep sedang dipaksakan pada mereka, mereka mungkin menjadi tidak nyaman dan takut. Penghalang belajar diciptakan oleh nada ancaman di dalam kelas. Oleh karena itu, terbuka, ramah lingkungan di mana kepercayaan dikembangkan adalah penting dalam kelas online. Takut tidak setuju dengan konsep harus dihilangkan. Nada kelas dukungan membantu untuk meringankan kekhawatiran dan mendorong siswa untuk memiliki keberanian untuk mengeksplorasi konsep dan keyakinan yang berbeda dari orang-orang yang mereka bawa ke kelas.
5.      Situasi pendidikan yang paling efektif mempromosikan pembelajaran yang signifikan adalah satu di mana (a) ancaman terhadap diri pelajar dikurangi menjadi minimal dan (b) persepsi dibedakan dari lapangan difasilitasi (Rogers, 1951). Instruktur harus terbuka untuk belajar dari para siswa dan juga bekerja untuk menghubungkan siswa dengan materi pelajaran. Interaksi yang sering dengan siswa akan membantu mencapai tujuan ini. Penerimaan instruktur menjadi mentor yang membimbing daripada ahli yang mengatakan adalah penting untuk berpusat pada siswa, tidak mengancam, dan pembelajaran tidak dipaksakan.

B.6. Metode dalam teori humanistik
  • Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
  • Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif.
  • Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.
  • Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
  • Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
  • Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
  • Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
  • Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.

B.7. Peran Guru
Peran guru hanya sebagai fasilitator bagi siswa dan dengan memberi motivasi, kesadaran bagi siswa, membimbing dan memfasilitasi siswa. Siswa berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pembelajarannya (Student Centered Learning). Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
·         Merespon perasaan siswa.
·         Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang.
·         Berdialog dan berdiskusi dengan siswa.
·         Menghargai siswa.
·         Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.
·         Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa).
·         Tersenyum pada siswa.
Guru yang baik menurut teori ini adalah guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar. Ruang kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikan  pada perubahan. Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah, mudah menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang menyakitkan, bertindak agak otoriter, bernada ancamana dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.

B.8.   Aplikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran
·           Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit human being
·           Selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
·           Guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan   siswa.
·           Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center)  yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri.
·           Proses belajar menyenangkan dan bermakna bagi siswa

B.9.   Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran Fisika
a)        Penerapan Teori Arthur Combs dalam Pembelajaran Fisika
Menurut Arthur combs  proses pembelajaran secara kognitif humanistik atau belajar dari sisi kemanusiaan, pengajar harus memahami tipe karakter manusianya. Pengajar harus dapat membantu siswa untuk menemukan metode terbaik untuknya. Misalnya ketika membahas tentang materi gelombang




Gambar 4. Gelombang Transversal
 

Pengajar lebih tepat mengatakan pada siswa bahwa 1 bukit + 1 lembah adalah 1 λ atau 1 panjang gelombang. Bukit dan lembah lebih humanistik dari pada puncak atau jurang. Siswa juga diharap dapat menggambar sendiri bentuk gelombang untuk 2 λ, 3 λ dan mencari frekuensi (f) serta cepat rambat gelombang (v) tersebut.

b)      Penerapan Teori Abraham Maslow dalam Pembelajaran Fisika
Misalnya ketika pembelajaran perbandingan satuan kecepatan km/jam dengan m/jam atau km/det  dengan m/det maka perbandingan satuan kecepatan dapat lebih humanistik bila kita gambarkan ke dalam hirarki

 


                                                                                        Gambar 5. Tangga Pembanding Satuan
            
 
Lebih humanistik bila siswa menggambar sendiri tangga menurun atau menaik, bila turun x 10 bila naik : 10. Tangga di atas lebih besar nilainya daripada di bawah
c)      Penerapan Teori Carl Rogers dalam Pembelajaran Fisika
Teori Carl Rogers juga dapat diterapkan dalam pembelajaran fisika juga misalnya pada materi optik geometri




                                                                          Gambar 6. Sifat Cahaya pada Cermin Cekung
              

Sinar datang sejajar sumbu utama akan dipantulkan melalui titik fokus (F). Lebih humanistik bila siswa belajar menggambarnya di kertas milli dan berkolaborasi dengan teman disampingnya atau menggambar di papan tulis sehingga berinteraksi dengan siswa lainnya untuk kasus cermin cembung dan cermin datar lengkap dengan perhitungannya.