KOGNISI SOSIAL DAN HUMANISTIK
A.
Teori
Belajar Kognisi Sosial
Teori
belajar kognisi sosial (social cognitive
theory) merupakan penamaan baru dari teori belajar sosial (social learning theory) yang
dikembangkan oleh Albert Bandura. Konsep
utama dari teori kognisi sosial adalah pengertian tentang obvervational learning atau proses belajar dengan mengamati.
Jika ada seorang "model" di dalam lingkungan seorang individu baik
lingkungan internal atau lingkungan eksternal, maka proses belajar dari
individu ini akan terjadi melalui cara memperhatikan model tersebut. Terkadang
perilaku seseorang bisa timbul hanya karena proses modeling atau
peniruan.
.
A.1. Teori Kognisi Sosial Bandura
Pada awal tahun 1960-an ketika banyak teori belajar yang
sedang berkembang, Albert Bandura dan para penelitinya menyatakan bahwa banyak
aspek penting dari pembelajaran yang diabaikan dan observasi lainnya. Dari
analisis inilah mulai adanya teori belajar kognisi sosial.
Teori belajar kognisi sosial didefenisikan sebagai proses
mental internal yang mungkin bisa tercermin dalam perubahan perilaku.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Albert Bandura (Bandura, 1986) bahwa “social cognitive theory define learning as
an internal mental process that may or may not be reflected in immediate
behavioral change”. Eksperimen Bandura yang sangat terkenal adalah
eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak-anak meniru seperti perilaku agresif
dari orang dewasa sekitarnya.
Dalam eksperimen “Bobo Doll”, Bandura (Allen Ben, 2009:7) mengemukakan empat komponen dalam
proses belajar meniru melalui pengamatan, yaitu :
1.
Attention : individu
memperhatikan sesuatu di dalam lingkungan
2.
Retention : individu
mengingat apa yang sudah diperhatikannya
3.
Reproduction : individu
menghasilkan/memproduksi suatu aksi yang merupakan tiruan dari apa yang
diperhatikannya
4.
Motivation : motivasi
individu dalam mengulang suatu aksi/perbuatan untuk memperkuat perbuatan yang
sudah ada agar tidak hilang, disebut ulangan/penguatan.
Albert Bandura mengembangkan model yang terdiri dari tiga
faktor utama yaitu perilaku, kognitif, dan lingkungan. Faktor ini bisa saling
berinteraksi dalam proses pembelajaran. Asumsi dari teori kognitif sosial
adalah bahwa proses belajar akan terjadi jika seseorang mengamati seorang model
yang menampilkan suatu perilaku dan mendapatkan imbalan atau hukuman karena
perilaku tersebut. Melalui pengamatan ini, orang tersebut akan mengembangkan
harapan-harapan tentang apa yang akan terjadi jika ia melakukan perilaku yang
sama dengan sang model. Harapan-harapan ini akan mempengaruhi proses belajar
perilaku dan jenis perilaku berikutnya yang akan muncul.
Menurut Albert Bandura, terdapat
lima jenis peniruan yaitu :
1. Peniruan secara langsung.
Peniruan secara
langsung dapat terjadi dalam proses pembelajaran langsung yang dikembangkan
berdasarkan teori pembelajaran social Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran
ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau
mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu
dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses
perhatian.
Contoh : Meniru gaya
penyanyi yang disukai.
2. Peniruan secara
tidak langsung
Peniruan Tak Langsung adalah
melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh : Meniru watak
yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3. Peniruan gabungan
Peniruan jenis ini adalah
dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung
dan tidak langsung.
Contoh : Pelajar meniru gaya
gurunya melukis dan cara mewarnai dari pada buku yang dibacanya.
4. Peniruan sesaat
Tingkah laku yang ditiru
hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Misalnya : Meniru Gaya Pakaian di TV,
tetapi tidak boleh dipakai di sekolah
5. Peniruan yang
berkelanjutan.
Tingkah laku yang ditiru
boleh ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
Dalam
model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peranan penting.
Faktor person (kognitif) yang dimaksud saat ini adalah self-efficasy atau efikasi diri.
Efikasi diri sebagai keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan
memecahkan masalah dengan efektif. Efikasi diri juga berarti
meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu dengan efikasi diri
tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah
ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil.
Menurut Bandura (1994), individu yang memiliki efikasi diri
yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa
ragu karena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya.
Individu ini menurut Bandura (1994) akan cepat menghadapi masalah dan mampu
bangkit dari kegagalan yang ia alami. Menurut Bandura proses mengamati dan
meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar.
Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks
interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan
pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh
pada pola belajar sosial jenis ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan
dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain
judi, atau sebaliknya menganggap bahwa judi itu adalah tidak baik. Bandura
(1977) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku, lingkungan dan
kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi
adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh (interlocking), harapan dan
nilai mempengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering dievaluasi, bebas dari
umpan balik lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan personal. Tingkah laku
mengaktifkan kontingensi lingkungan.
Karakteristik fisik seperti ukuran jenis kelamin dan atribut
sosial menumbuhkan reaksi lingkungan yang berbeda. Pengakuan sosial yang
berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu. Kontingensi yang aktif dapat
merubah intensitas atau arah aktivitas. Tingkah laku dihadirkan oleh model.
Model diperhatikan oleh pelajar (ada penguatan oleh model) Tingkah laku (kemampuan
dikode dan disimpan oleh pembelajar). Selain itu proses perhatian (atention)
sangat penting dalam pembelajaran karena tingkah laku yang baru (kompetensi)
tidak akan diperoleh tanpa adanya perhatian pembelajar. Proses retensi sangat
penting agar pengkodean simbolik tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal
dan penyimpanan dalam memori dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini ulangan
memegang peranan penting. Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari
luar, penguatan dari dirinya sendiri. Lebih lanjut menurut Bandura (1982)
penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya bergantung pada
proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat
dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni
“sense of self Efficacy” dan “self – regulatory system”. Sense of self efficacy
adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai pengetahuan dan
keterampilan sesuai standar yang berlaku. Self regulatory adalah menunjuk
kepada 1) struktur kognitif yang memberi referensi tingkah laku dan hasil
belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan, mengevaluasi, dan pengatur
tingkah laku kita (Bandura, 1978). Dalam pembelajaran sel-regulatory akan
menentukan “goal setting” dan “self evaluation” pembelajar dan merupakan
dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya.
Menurut Bandura agar pembelajar sukses
instruktur/guru/dosen/guru harus dapat menghadirkan model yang mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap pembelajar, mengembangkan “self of mastery”, self
efficacy, dan reinforcement bagi pembelajar
A.2. Teori Kognisi Sosial L.S Vygotsky
Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai
sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya.
Vygotsky menekankan bahwa proses-proses perkembangan mental seperti ingatan,
perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan
masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga
menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari
orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Menurut
Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti
kemampuan memahami duia luar dan memusatkan perhatian.
Menurut Vygotsky, setiap individu
berkembang dalam konteks sosial. Semua perkembangan intelektual yang mencakup
makna, ingatan, pikiran, persepsi dan kesadaran bergerak dari wilayah
interpersonal ke wilayah intrapersonal. Dalam pandangan Vygotsky, semua kerja
kognitif tingkat tinggi pada manusia mempunyai asal-usul dalam interaksi sosial
setiap individu dalam konteks budaya tertentu (Brunning, 1995). Teori kognisi
sosial dari Vygotsky ini mendorong perlunya landasan sosial yang baru untuk
memahami proses pendidikan. Menurut Vygotsky siswa sebaiknya belajar melalui
interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Interaksi
sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual
siswa. Konsep ini oleh Vygotsky dinamakan pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship). Pemagangan
kognitif mengacu pada proses dimana seseorang yang sedang belajar tahap demi
tahap memperoleh keahlian melalui interaksinya dengan pakar. Pakar yang
dimaksud disini adalah orang yang menguasai permasalahan yang dipelajari.
Vygotsky mengemukakan konsep tentang Zone of Proximal Development (ZPD), yang
diartikan sebagai Daerah Perkembangan Terdekat (DPT). Vygotsky menjelaskan
bahwa perkemabangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat,
yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat
perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan
tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Sedangkan tingkat
perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan
tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau
berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten.
Vygotsky yakin bahwa pembelajaran
terjadi apabila siswa bekerja atau belajar menanganani tugas atau masalah
kompleks yang masih berada pada jangkauan kognitif siswa atau tugas tersebut
berada pada of Proximal Development (ZPD).
Vygotsky (Taylor, 1993 : 5) mendefenisikan Zone of Proximal Development (ZPD) sebagai berikut:
Zone
of proximal development is the distance between the actual development level as
determined through independent problem solving and the level of potential
development as determined through problem solving under adult guidence or in
collaboration with more capable peers. ZPD adalah jarak antara taraf
perkembangan aktual, seperti yang nampak pada pemecahan masalah secara mandiri
dan tingkat perkembangan potensial, seperti yang ditunjukkan dalam pemecahan
masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau dengan bekerjasama dengan teman
sebaya yang lebih mampu.
Dalam defenisi di atas, taraf
perkembangan aktual merupakan batas bawah ZPD sedangkan taraf perkembangan
potensial merupakan batas atasnya. Interaksi sosial antara anak dan orang
dewasa mempunyai peranan penting dalam ZPD. Pengaturan dan panduan yang
diberikan oleh orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu itu disebut scaffolding. Menurut Ormrod (Rudi :
131), scaffolding support mechanism,
provided by a more competent individual, that helps a learner succesfully perform
a task within his or her ZPD. Kutipan ini dapat dimaknai bahwa scaffolding
adalah pemberian bantuan (tuntunan) yang dapat mendukung siswa lebih kompeten
dalam usahanya menyelesaikan tugas di daerah jangkauan kognitifnya.
A.3 Penerapan Teori Belajar Kognisi Sosial terhadap Pembelajaran Fisika
a) Penerapan
Teori Bandura dalam Pembelajaran Fisika
Bandura (Woolfolk, 1995 : 221) menyatakan
bahwa seseorang dapat belajar dari pengamatan terhadap suatu model. Di dalam
teorinya, Bandura memaparkan interaksi antara penguatan eksternal dan proses
kognitif internal untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dari orang
lain. Dalam proses ini terdapat model tingkah laku, konsekuensi-konsekuensi
dari tingkah laku yang dijadikan model, dan proses internal pembelajar.
Misalnya
dalam kegiatan laboratorium guru memperagakan cara mempergunakan slinki untuk
menentukan cepat rambat suatu gelombang berjalan, siswa memperhatikan lalu
melakukan sendiri seperti yang dilakukan guru. Tingkah laku guru tadi dalam
memperagakan slinki dapat berfungsi untuk membangkitkan perilaku serupa pada
siswa.
Gambar 1. Perambatan Gelombang pada Slinki
|
Dalam
pembelajaran, teori Bandura memiliki implikasi menurut Denler et al. (2013 : 8-9) sebagai berikut :
-
Pembelajar harus
dibimbing dan diberi informasi terkait dengan pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku atau kebiasaan baik yang harus dimiliki. Dalam hal ini pengajar harus
dapat menjadi contoh. Pengajar harus melibatkan semua pihak dalam
pembelajaran.
-
Pengajar harus
membantu pembelajar untuk mencapai hasil yang diharapkan pada pembelajaran.
Pengajar harus mampu meyakinkan pembelajar bahwa apa yang dipelajari saat ini
akan bermanfaat pada kemudian hari.
-
Keberhasilan
pembelajaran akan tercapai jika pembelajar memiliki kepercayaan diri. Dalam hal
ini pengajar berkewajiban untuk memastikan bahwa pembelajar telah memiliki
pengetahuan yang cukup.
-
Pengajar membantu
pembelajar untuk mencapai tujuan. Penetapan tujuan hendaknya disesuaikan dengan
kemampuan pembelajar. Semua ini dilakukan untuk menghindari kekecewaan apabila
tujuan tidak tercapai. Adanya rasa kecewa akan menjadikan pembelajar malas
untuk belajar lagi.
-
Pembelajaran
hendaknya dapat memandirikan pembelajar. Dalam hal ini, pembelajar dapat
mengukur kemampuan diri sendiri, sehingga juga dapat menentukan tujuan dan
ketercapaiannya. Semua itu dapat dilakukan dengan sering berlatih.
b) Penerapan
Teori Vygotsky dalam Pembelajaran Fisika
Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi
apabila anak belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun
tugas-tugas itu masih dalam jangkauannya atau masih dalam Zone of Proximal
Development. Jika siswa-siswa yang baru diajarkan/dijelaskan hubungan seri dua
buah resistor, maka siswa tersebut akan mampu melakukannya karena tugas itu
berada dalam zone of proximal development mereka.
Ide penting lainnya yang diturunakan dari
teori Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding berarti memberikan sejumlah
besar bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian
mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat
melakukannya.
ebagai contohnya, akan diadakan
eksperimen untuk menentukan periode sebuah bandul sederhana dengan menggunakan
beban gantung. Pada permulaannya guru membuat panjang bandul itu kira-kira satu
meter kemudian bandul itu disimpangkan guru 10 cm ke samping, lalu dilepaskan
agar bandul berayun. Guru meminta siswa agar menentukan periode ayunan
tersebut. Selanjutnya guru meminta siswa menentukan periode untuk berbagai
panjang bandul. Setelah siswa mampu menentukan periode untuk berbagai panjang
bandul, guru meminta siswa mencari hubungan antara periode dengan massa
(panjang bandul dibuat tetap).
Dalam pembelajaran, teori Vygotsky memiliki
implikasi sebagai berikut :
-
Dikehendakinya tatanan kelas berbentuk pembelajaran
kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar
tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan
masalah fisika secara efektif di dalan masing-masing zone of proximal
development mereka.
-
Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan
scaffolding yang menekankan siswa semakin lama semakin bertanggung jawab
terhadap pembelajarannya sendiri.
B.
Teori
Belajar Humanistik
Teori belajar humanistik adalah suatu teori yang tertuju pada masalah bagaimana
tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka
hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Pendapat lain menyatakan bahwa humanistik adalah teori belajar yang
menganggap bahwa belajar bertujuan untuk “memanusiakan manusia”. Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si
pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya.
B.1. Prinsip Dasar Humanistik
- Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
- Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
- Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri yang diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
- Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
- Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
- Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri yang diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
- Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain.
- Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
B.2. Tujuan Teori Humanistik
Tujuan
utama pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka.
Menurut
Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
B.3. Teori Humanistik Arthur Combs (1912-1999)
Arthur Wright Combs
(1912–1999) adalah perintis pendidikan dan konseling secara kemanusiaan
(humanistik). Dia menyajikan kombinasi cara belajar kognitif dan humanistik.
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian
pada dunia pendidikan. Makna atau Arti adalah konsep dasar yang sering
digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi
karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku
siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila
ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan
siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs
berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa
mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga
yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi
pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan
kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan
dunia. Seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat
pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan
lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu
dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya.
B.4. Teori Humanistik Maslow, Abraham H. (1908-1970)
Maslow
disebut sebagai The Father of Humanistik
Psychology. Teori Maslow didasarkan pada
gagasan bahwa pengalaman adalah fenomena utama
dalam studi belajar dan perilaku manusia. Dia menekankan
pada pilihan, kreativitas, nilai-nilai, realisasi diri, semua kualitas khas manusia,
dan percaya bahwa kebermaknaan dan subjektivitas yang
lebih penting daripada objektivitas.
Bagi Maslow, pengembangan potensi
manusia, martabat dan nilai adalah masalah utama.
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal
yaitu :
1. Suatu usaha yang positif untuk berkembang
2. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah
ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu
juga ia dapat menerima diri sendiri (self).
Maslow dalam bukunya Motivation and Personality yang diterbitkan tahun 1954, membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi lima
hirarki. sebagai berikut :
Gambar 3. Hirarki Kebutuhan
Bila seseorang telah dapat
memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat
menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya seperti kebutuhan mendapatkan
rasa aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini
mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu
ia mengajar anak-anak. Maslow mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar
ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
B.5. Teori Kognisi Humanistik Carl
Rogers (8 January 1902 – 4 feb 1987)
Carl Rogers adalah seorang psikolog berkebangsaan
amerika dan pendiri dari pendekatan
secara kemanusiaan untuk psikologi. Carl Rogers diberikan penghargaan oleh
asosiasi psikologi Amerika atas kontribusi ilmu psikologinya yang berbeda pada
tahun 1956. Carl rogers juga merupakan perintis dari penelitian psikoterapy /
terapy kejiwaan.
Carl Rogers menerapkan
pengalamannya menggunakan terapi dewasa
untuk proses pendidikan dan
mengembangkan konsep mengajar berpusat pada peserta didik. Carl Rogers memiliki lima hipotesis
berikut tentang pendidikan berpusat pada peserta didik :
1. Seseorang tidak bisa mengajar orang lain secara langsung; seseorang hanya bisa memfasilitasi orang lain belajar "(Rogers, 1951). Ini
adalah hasil dari teori kepribadiannya, yang menyatakan bahwa setiap orang ada di dunia yang terus berubah dari pengalaman di mana ia
adalah pusat. Setiap
orang bereaksi dan merespon berdasarkan persepsi
dan pengalaman. Keyakinan adalah bahwa
apa yang siswa tidak
lebih penting daripada apa yang guru
tidak. Fokusnya adalah pada siswa (Rogers, 1951).
Oleh karena itu, latar belakang dan pengalaman dari peserta
didik sangat penting untuk bagaimana
dan apa yang dipelajari. Setiap
siswa akan memproses apa yang dia belajar berbeda
tergantung pada apa yang dia membawa
ke kelas.
2. Seseorang belajar secara
signifikan hanya hal-hal yang
dianggap sebagai yang terlibat dalam pemeliharaan atau peningkatan struktur
diri" (Rogers, 1951). Oleh karena itu, relevansi untuk siswa
sangat penting untuk belajar. Pengalaman siswa menjadi
inti dari kursus / belajar
3. Pengalaman yang, jika berasimilasi,
akan melibatkan perubahan dalam organisasi diri, cenderung
menolak melalui penolakan
atau distorsi simbolisme (Rogers, 1951). Jika
isi atau presentasi tentu saja tidak konsisten dengan informasi yang terbentuk sebelumnya, siswa akan belajar jika
ia terbuka untuk konsep yang berbeda-beda. Menjadi terbuka untuk mempertimbangkan konsep yang berbeda dari satu sendiri sangat penting untuk belajar. Oleh karena itu, dengan lembut mendorong keterbukaan pikiran adalah membantu dalam melibatkan siswa dalam belajar. Juga, penting, untuk alasan ini, bahwa informasi baru yang relevan dan
terkait dengan pengalaman yang ada.
4. Struktur dan organisasi tampaknya menjadi lebih
kaku di bawah ancaman
dan untuk bersantai batas ketika benar-benar bebas dari ancaman (Rogers,
1951). Jika siswa
percaya bahwa konsep sedang dipaksakan pada mereka,
mereka mungkin menjadi tidak nyaman dan takut. Penghalang belajar diciptakan oleh nada ancaman di dalam
kelas. Oleh karena itu, terbuka,
ramah lingkungan di mana kepercayaan dikembangkan adalah penting dalam kelas
online. Takut tidak setuju dengan konsep harus
dihilangkan. Nada kelas dukungan membantu untuk meringankan kekhawatiran dan mendorong
siswa untuk memiliki keberanian untuk mengeksplorasi konsep dan keyakinan yang berbeda dari orang-orang yang mereka bawa ke kelas.
5.
Situasi pendidikan yang paling efektif mempromosikan
pembelajaran yang signifikan adalah satu di mana (a) ancaman terhadap diri pelajar
dikurangi menjadi minimal dan (b) persepsi
dibedakan dari lapangan
difasilitasi (Rogers, 1951). Instruktur harus
terbuka untuk belajar dari
para siswa dan juga bekerja untuk menghubungkan siswa dengan materi pelajaran. Interaksi yang sering dengan siswa
akan membantu mencapai tujuan ini. Penerimaan instruktur
menjadi mentor yang
membimbing daripada ahli yang
mengatakan adalah penting untuk berpusat
pada siswa, tidak mengancam, dan
pembelajaran tidak dipaksakan.
B.6. Metode dalam teori
humanistik
- Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
- Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif.
- Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.
- Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
- Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
- Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
- Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
- Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
B.7. Peran Guru
Peran
guru hanya sebagai fasilitator bagi siswa dan dengan memberi motivasi,
kesadaran bagi siswa, membimbing dan memfasilitasi siswa. Siswa berperan
sebagai pelaku utama yang memaknai proses pembelajarannya (Student Centered
Learning). Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
·
Merespon perasaan siswa.
·
Menggunakan ide-ide siswa
untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang.
·
Berdialog dan berdiskusi
dengan siswa.
·
Menghargai siswa.
·
Kesesuaian antara perilaku
dan perbuatan.
·
Menyesuaikan isi kerangka
berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa).
·
Tersenyum pada siswa.
Guru yang baik menurut teori
ini adalah guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis,
mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar. Ruang kelas lebih
terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan. Sedangkan guru yang
tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah, mudah menjadi
tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang menyakitkan,
bertindak agak otoriter, bernada ancamana dan kurang peka terhadap perubahan
yang ada.
B.8. Aplikasi
Teori Humanistik dalam Pembelajaran
·
Aplikasi teori humanistik
lebih menunjuk pada ruh atau spirit human being
·
Selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
·
Guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa.
·
Siswa berperan sebagai pelaku
utama (student center) yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri.
·
Proses belajar menyenangkan
dan bermakna bagi siswa
B.9. Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran Fisika
a)
Penerapan Teori Arthur Combs dalam Pembelajaran Fisika
Menurut Arthur combs proses pembelajaran secara kognitif humanistik
atau belajar dari sisi kemanusiaan, pengajar harus memahami tipe karakter
manusianya. Pengajar harus dapat membantu siswa untuk menemukan metode terbaik
untuknya. Misalnya ketika membahas tentang materi gelombang
Gambar 4. Gelombang Transversal
|
Pengajar lebih tepat
mengatakan pada siswa bahwa 1 bukit + 1 lembah adalah 1 λ atau 1 panjang gelombang.
Bukit dan lembah lebih humanistik dari pada puncak atau jurang. Siswa juga
diharap dapat menggambar sendiri bentuk gelombang untuk 2 λ, 3 λ dan mencari frekuensi (f) serta cepat rambat gelombang (v) tersebut.
b)
Penerapan Teori Abraham Maslow dalam Pembelajaran Fisika
Misalnya ketika pembelajaran
perbandingan satuan kecepatan km/jam dengan m/jam atau km/det dengan m/det maka perbandingan satuan kecepatan
dapat lebih humanistik bila kita gambarkan ke dalam hirarki
Gambar 5. Tangga
Pembanding Satuan
|
Lebih humanistik bila siswa menggambar sendiri
tangga menurun atau menaik, bila turun x 10 bila naik : 10. Tangga di atas
lebih besar nilainya daripada di bawah
c)
Penerapan Teori Carl Rogers dalam Pembelajaran Fisika
Teori Carl Rogers juga dapat diterapkan
dalam pembelajaran fisika juga misalnya pada materi optik geometri
Gambar 6. Sifat Cahaya
pada Cermin Cekung
|
Sinar datang sejajar sumbu utama akan
dipantulkan melalui titik fokus (F). Lebih humanistik bila siswa belajar
menggambarnya di kertas milli dan berkolaborasi dengan teman disampingnya atau
menggambar di papan tulis sehingga berinteraksi dengan siswa lainnya untuk
kasus cermin cembung dan cermin datar lengkap dengan perhitungannya.